Artikulasi Visi UU Desa dalam Mewujudkan Keberdayaan Desa
Di balik keheningan desa yang sering dianggap sederhana, tersembunyi potensi besar yang mampu mengubah wajah negeri ini.
Desa bukan sekadar tempat tinggal, melainkan akar dari identitas bangsa. Ia adalah rumah bagi tradisi, budaya, dan semangat gotong royong yang menjadi jiwa Indonesia.
Namun, untuk waktu yang lama, desa sering kali terpinggirkan, hanya menjadi penonton dalam panggung besar pembangunan.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah sebuah manifesto perubahan.
Undang-undang ini hadir dengan visi besar: mengangkat martabat desa sebagai aktor utama pembangunan dan menciptakan desa yang berdaya, mandiri, dan sejahtera.
Dalam setiap pasalnya, terselip semangat untuk mengembalikan hak desa sebagai subjek pembangunan, bukan lagi objek yang pasif.
Desa sebagai Penggerak Perubahan
UU Desa menegaskan bahwa desa memiliki hak untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (1).
Desa adalah pusat dari perubahan, tempat di mana potensi lokal bisa tumbuh tanpa kehilangan akar budayanya. Melalui asas kemandirian, partisipasi, dan keberlanjutan yang diuraikan dalam Pasal 3, desa didorong untuk bangkit, bukan sekadar bertahan.
Di desa, pembangunan tidak hanya berbicara tentang infrastruktur, tetapi juga tentang manusia.
Pasal 1 ayat 12 berbicara tentang pemberdayaan masyarakat desa—proses meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat agar mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat pembangunan, tetapi juga pelaku utama yang menggerakkan roda kemajuan.
Pemberdayaan yang Berakar pada Tradisi
Dalam desa, pemberdayaan bukan hanya soal angka, tetapi juga soal rasa. UU Desa mengakui hak asal-usul desa, termasuk adat istiadat yang menjadi identitasnya (Pasal 4 huruf c).
Ini adalah pengingat bahwa modernisasi tidak harus menghapus tradisi. Justru sebaliknya, tradisi desa dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk membangun masa depan.
Musyawarah desa, sebagaimana diatur dalam Pasal 54, adalah wujud nyata demokrasi yang berakar dari budaya gotong royong. Di sinilah masyarakat desa berbicara, bermimpi, dan memutuskan bersama tentang arah pembangunan mereka.
Keuangan Desa: Membuka Jalan Kesejahteraan
Keberdayaan desa membutuhkan sumber daya yang memadai. Pasal 72 memberikan jaminan bahwa desa memiliki hak atas pendapatan yang cukup melalui alokasi dana desa, pendapatan asli desa, dan bagian dari pajak serta retribusi daerah.
Dengan ini, desa tidak hanya bergantung pada pusat, tetapi mampu mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya sendiri untuk kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, adalah kunci untuk memastikan bahwa setiap rupiah digunakan untuk kepentingan bersama. Desa yang berdaya adalah desa yang mampu mengubah anggaran menjadi aksi nyata bagi kemajuan.
Peran Pendamping Lokal Desa (PLD) dalam Mewujudkan Visi UU Desa
Sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD) di bawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, peran saya adalah mengartikulasikan visi besar UU Desa ke dalam langkah nyata di lapangan.
PLD menjadi jembatan antara kebijakan pusat dan kebutuhan masyarakat desa. Dalam pelaksanaannya, tugas kami mencakup:
Mendorong Pemberdayaan Berbasis Kebutuhan Lokal
PLD membantu desa mengidentifikasi potensi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan melalui musyawarah desa (Pasal 54). Ini memastikan bahwa setiap program benar-benar relevan dengan kondisi desa.
Meningkatkan Kapasitas Aparatur Desa
Tidak semua aparatur desa memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan keuangan atau administrasi. PLD bertugas memberikan pelatihan dan pendampingan untuk memastikan tata kelola desa berjalan transparan dan akuntabel (Pasal 24).
Mengawasi Penggunaan Dana Desa
Dengan alokasi dana yang signifikan, PLD memastikan penggunaan dana desa sesuai dengan aturan dalam Pasal 74, yaitu memprioritaskan kebutuhan pembangunan masyarakat.
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
PLD menghidupkan partisipasi masyarakat desa, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 68. Pendekatan ini menciptakan rasa kepemilikan masyarakat terhadap pembangunan, sehingga hasilnya lebih berkelanjutan.
Mengadvokasi Inovasi Lokal
Sebagai PLD, kami mendorong inovasi berbasis potensi lokal, seperti pengembangan BUMDes, pelestarian budaya, atau program digitalisasi desa, yang sejalan dengan visi kemandirian desa.
Desa dan Masa Depan Bangsa
Visi UU Desa bukan hanya tentang membangun desa; ia adalah tentang membangun Indonesia dari pinggiran. Desa yang kuat akan menjadi fondasi bagi bangsa yang kokoh.
Melalui pengelolaan aset, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian tradisi, desa tidak hanya menjaga masa lalu, tetapi juga merancang masa depan.
Sebagai PLD, saya meyakini bahwa setiap langkah kecil yang dilakukan di desa adalah pijakan besar menuju Indonesia yang lebih baik.
Dengan semangat UU Desa dan kerja sama semua pihak, kita bisa memastikan bahwa desa menjadi pusat kemajuan, tempat mimpi besar Indonesia bermula.