BUM Desa Mandul, Salah Siapa?

Jalannya terseok-seok layaknya anak yang kehilangan induknya.

 

Bila dilihat dari luar, kelihatan kokoh. Namun, bila kita masuk kedalam. Ternyata rapuh, dan terasa hampir runtuh.

 

Ya. Itu bisa kita ibarat sebagai BUM Desa yang saat ini ada.

 

BUM Desa, seharusnya bisa lebih kuat untuk menopang perekonomian masyarakat desa, yang saat ini sedang lesu dan kurang bergairah.

 

BUM Desa, memiliki permodalan, yang 50% (lima puluh persen) nya itu, berasal dari penyertaan modal yang diberikan oleh pemerintah desa.

 

Tapi faktanya, dengan permodalan yang begitu besar. BUM Desa, belum sepenuhnya mampu memberikan sumbangsih, apalagi berharap, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

 

Jauh.

 

Saya kira masih jauh, dan perlu evaluasi mendalam terkait badan usaha yang satu ini, perihal kontrol dan kewenangan.

 

Ya, tempo lalu, saya berdiskusi via Wasap dengan salah seorang pengurus BUM Desa.

 

Panggilan saja (bunga), tentu bukan nama asli alias nama samaran.

 

Bunga bercerita, bahwa selama Ia menjabat menjadi pengurus BUM Desa. Yang mungkin bila dihitung sudah hampir empat tahunan. Ia sama sekali belumlah leluasa dalam menjalankan dan mengembangkan usaha BUM Desa sesuai apa yang direncanakan.

 

Hal ini karena masih adanya campur tangan penguasa kepentingan desa baik dalam menjalankan usaha BUM Desa maupun dalam mengembangkannya.

 

Lain lain cerita dari si (Agus), yang tentunya juga bukan nama asli dan kini menjabat sebagai salah seorang kepala desa.

 

Ia bercurhat, bahwa selama dua tahunan ia menjabat. Pengurus BUM Desa kurang kooperatif baik dalam penyampaian laporan keuangan maupun di dalam menjalankan usahanya.

 

Sehingga, Ia pun tidak tahu, berapa keuntungan yang diperoleh BUM Desa tersebut rata-rata tiap bulannya, dan sudah seperti apa progres pengembangan dari BUM Desa yang dijalankan tersebut.

 

Dari cerita ini, kita bisa menarik sebuah kesimpulan, bahwa mandulnya BUM Desa selama ini, itu karena tidak adanya koordinasi yang baik dari pengurus dan petinggi desa.

 

Sehingga, baik dalam sisi kewenangan, kontroling, maupun di dalam mengembangkan usahanya itu, masih kurang tertata dengan baik yang berakibat stagnan atau mati suri.