Ciri Pengelolaan Keuangan Desa yang Tidak Beres

Permendagri 20 Tahun 2018 dalam Pasal 2 menyebutkan, hendaknya keuangan desa itu dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partispatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin.

 

Transparan sebagaimana dimaksud dalam UU Desa, ialah untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBDes.

 

Akuntabel dapat diartikan, bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (jdih.kemenkeu.go.id)

 

Selanjutnya, asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah desa, baik secara langsung maupun tidak langsung. (bulelengkab.go.id)

 

Dan terakhir, tertib dan disipilin memiliki pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa.

 

Dari kelima asas yang termuat dalam Permendagri tentang pengelolaan keuangan desa diatas, salah satu atau kesemuanya tidak terpenuhi. Maka bisa dikatakan, ada yang tidak beres dengan pengelolaan keuangan desa tersebut.

 

Mengutip dari tribunnews, berikut inilah merupakan beberapa ciri pengelolaan keuangan desa yang tidak beres.

 

 

  1. Tidak adanya papan proyek yang terpasang di kegiatan pembangunan desa dan hanya membuat dokumentasi saja,
  2.  Antara laporan realiasi penggunaan dana desa dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sama persis,
  3. Pengurus lembaga desa berasal dari family atau orang dekat dari kepala desa,
  4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak melaksanakan fungsi pengawasan dan/atau matisuri alias pasif alias makan tunjangan buta,
  5. Bendahara desa hanya dijadikan alat untuk mencairkan uang di Bank, setelah itu kepala desa yang memang penuh keuangan desa,
  6. Perangkat desa yang jujur dan kerapkali vokal ketika ada yang tidak sesuai aturan “ dipinggirkan atau diganti”,
  7. Pelaksanaan kegiatan banyak yang terlambat atau tidak sesuai jadwal, padahal dana desanya sudah dicairkan,
  8. Pada saat musyawarah desa (musdes) hanya segelintir orang dan hanya itu-itu saja serta masyarkat yang kerap kali berfikir kritis malah tidak diundang,
  9. BUM Desa tidak berkembang alias stagnan atau jalan ditempat bahkan permodalannya habis tanpa menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes)
  10. Belanja barang dan jasa di monopoli oleh kepala desa,
  11. Tidak adanya sosialisasi baik berbentuk pengumuman atau dan yang lainnya terkait kegiatan desa,
  12. Pemerintah Desa marah ketika ada yang menanyakan perihal anggaran dan keuangan desa, dan terakhir
  13. Kepala desa dan perangkat dalam waktu singkat hidup dalam kemewahan, padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya.