PHK Pendamping Desa

Advertisement

Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pendamping Desa yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) semakin menyeruak ditengah publik.

 

Pemecatan ini dilakukan oleh Kemendes PDT akibat adanya Pendamping Desa yang mencalonkan diri sebagai anggota legistatif pada tahun 2024 silam.

 

Meskipun tidak ada aturan yang ekspilis baik yang mengatur bahwa Pendamping Desa dilarang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, namun Kemendes tetap mengambil langkah untuk memutus kontrak perjanjian kerja.

 

Menurut Yandri Susanto, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Desa, yang namanya Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau Pendamping Desa kalau sudah nyaleg ( mencalonkan menjadi anggota legislatif) artinya sudah memblok (tidak netral/berpihak pada partai tertentu).

 

“Kenapa yang nyaleg itu kami evaluasi? Karena menurut kami, namanya Tenaga Pendamping Profesional (TPP), kalau dia sudah nyaleg berarti sudah memblok, kan? Ini akan menjadi masalah besar, Pak,” katanya.

 

Ia khawatir efek domino kedepannya, jika TPP yang nyaleg tidak ditindak atau dievaluasi, hal ini akan menjadi preseden atau contoh yang diikuti oleh TPP lainnya sehingga kualitas pendampingan desa bisa menurun karena TPP lebih fokus pada kepentingan politik daripada kepentingan masyarakat desa.

 

“Kalau ini kita biarkan, nanti di tahun 2029 mungkin sebagian besar, bahkan seluruh pendamping desa, akan nyaleg semua, itu akan merepotkan kita,” kata Yandri.

 

Yandri pun bukan hanya menyoroti Pendamping Desa yang nyaleg, tetapi juga masalah pendamping desa yang memiliki pekerjaan ganda sebagai penyelenggara pemilu, yang menurutnya perlu dievaluasi karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu kinerja pendampingan desa.

 

“Saya bukan suka atau tidak suka untuk melakukan evaluasi, tapi ini demi kepentingan desa yang lebih besar. Kita harus membangun desa dengan hati, bukan dengan kepentingan individu atau kelompok. Itu yang saya lakukan. Kalau saya mau untung sendiri, saya bisa mengikuti pola lama, tapi itu tidak saya lakukan,” ujarnya.

 

 

Pertepedesia Menggugat

 

 

Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) mengecam keras inkonsistensi pemerintah dalam menegakkan hukum terkait polemik pemberian sanksi pemecatan terhadap ribuan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa.

 

Sekretaris Jenderal Pertepedesia, Bahsian Micro, menyoroti standar ganda dalam penegakan hukum. Ia merasa bahwa TPP Desa mendapatkan hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan Menteri Desa Yandri Susanto, meskipun pelanggaran yang dilakukan oleh Menteri Desa dianggap lebih jelas dan terbukti di pengadilan.

 

“TPP Desa yang status pelanggarannya masih diperdebatkan langsung dipecat, sementara Menteri Desa Yandri Susanto yang terbukti melanggar UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) justru dibiarkan. Di mana prinsip equality before the law?” tegas Bahsian,

 

Selain itu, Hendriyatna yang merupakan Perwakilan Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, berargumen bahwa karena tidak ada peringatan atau teguran dari Bawaslu atau KPU, maka tindakan yang ia lakukan seharusnya tidak dianggap melanggar aturan Pemilu.

 

Ia menekankan bahwa kewenangan untuk menentukan apakah suatu tindakan melanggar aturan Pemilu atau tidak ada di tangan Bawaslu, dan Bawaslu tidak pernah menegurnya.

 

“Saat itu, tidak pernah satu kali pun atau satu orang pun yang mendapat teguran dari pihak Bawaslu atau KPU. [Sehingga] secara yuridis formal, ini secara kewenangan hanya Bawaslu yang berhak menegur apakah kami melakukan pelanggaran atau tidak,” ucap Hendriyatna.

 

Syafiuddin Asmoro, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB mengutip tirto berpendapat bahwa tindakan yang dipermasalahkan tersebut tidak produktif dan justru mengganggu fokus pemerintah dalam menjalankan program-program yang dianggap penting oleh Presiden Prabowo.

 

“Langkah ini, menurut kami, hanya memicu kegaduhan di tengah usaha keras Presiden Prabowo mewujudkan berbagai program prioritasnya,” ujarnya.

 

Syafiuddin Asmoro juga mengungkapkan kecurigaan adanya motif tersembunyi di balik suatu tindakan, yaitu upaya untuk menyingkirkan pendamping desa yang tidak sejalan secara politik dengan Menteri Desa.

 

“Saya curiga ini hanya upaya untuk menyingkirkan pendamping desa yang memiliki pilihan politik berbeda dari Menteri Desa,” ungkapnya

 

 

Komisi V DPR RI Dukung Langkah Mendes Evaluasi TPP

 

 

Komisi V DPR RI menyatakan dukungan penuh kepada Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, dalam mengevaluasi kinerja Tenaga Pendamping Profesional (TPP). Langkah tegas akan diambil terhadap TPP yang terbukti mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024, yaitu tidak memperpanjang kontrak kerja mereka.

 

Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, menegaskan bahwa dukungan ini diberikan selama tindakan Menteri Desa bertujuan untuk kepentingan nasional. “Kami dari Komisi V mendukung penuh langkah-langkah terbaik yang akan Bapak Menteri lakukan. Selama itu demi kepentingan bangsa dan negara, kami pasti mendukung,” ujar Lasarus saat Rapat Kerja Komisi V bersama Mendes PDT di Kompleks Senayan, Kamis (13/3/2025).

 

Komisi V menilai bahwa TPP yang maju sebagai caleg telah melanggar prinsip profesionalisme sebagai pendamping desa. Mereka seharusnya menjaga netralitas dan fokus dalam bekerja untuk pemberdayaan masyarakat desa. Dukungan ini juga didasarkan pada informasi yang disampaikan oleh Mendes Yandri mengenai pentingnya menjaga profesionalisme TPP.