Distributor Dana Desa
KENAPA sih desa itu tidak urus oleh satu kementerian saja? Kenapa harus ada kementerian yang ini, kemudian mengurus kewenangan yang ini. Kemudian kementerian yang itu, harus mengurus kewenangan yang itu. Kenapa tidak di gabung saja dan menjadi urusan satu kementerian.
Seyogianya, terbitnya sebuah peraturan itu kan mempermudah bagi desa untuk menyusun sebuah kebijakan. Tapi, kalau kebijakannya saling tumpang tindih dan saling membingungkan. Apa malah tidak merepotkan desa ujung-ujungnya.
Desa, yang seharusnya otonom dengan segala kewenangannya. Kini malah terbelenggu dengan banyaknya kewenangan antar kementerian yang mengaturnya.
Pertanyaannya, dimana letak asas subsidiaritas bagi desa, yang katanya, penetapan kewenangan dan pengambilan keputusan berdasarkan kepentingan masyarakat desa berskala lokal?
Saya sih tidak tahu pasti dimana letaknya. Yang jelas, berdasarkan kaca mata saya pribadi dan mungkin banyak pengamat, bahwa porsi dana desa saat ini, itu sudah di plot-plot persentasenya.
Saya ambilkan contoh nyata untuk prioritas dana desa 2024. Dalam Pasal 14 ayat 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN 2024 di situ disebutkan, bahwa penggunaan dana desa utamannya untuk mendukung beberapa kegiatan berikut :
Pertama, untuk pengentasan kemiskinan ekstrem dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) dengan persentase paling banyak 25 persen dari pagu dana desa.
Kedua, untuk ketahan pangan nabati dan hewani dalam bentuk pembelian bibit dan/atau lainnya dengan persentase paling sedikit 20 persen dari pagu dana desa.
Dan yang ketiga, ialah dana, untuk operasional pemerintah desa, yang persentasenya paling banyak 3 persen dari pagu dana desa.
Bila angka persentase tersebut kita gabung, mulai dari persentase minimal dan maksimal. Itu artinya, hampir separuh dana desa hanya untuk mendukung kewenangan pemerintah pusat.
Belum lagi, bila ada prioritas-prioritas dari kementerian lain yang perlu dilaksanakan. Itu artinya, habislah dana desa. Dan desa, hanyalah menjadi distributor dalam pengelolaan dana desa.
Bila hal ini terus dibiarkan, lambat laun, apapun yang menjadi semangat dari terbitnya Undang-Undang Desa, itu tidak akan pernah bisa tercapai.
Dan pada akhirnya, desa tetaplah desa yang akan selalu terbelenggu dengan segala kewenangan diatasnya.