Larangan Kampanye Pilkades

Hujatan, saling sindir, kerapkali menjadi warna tersendiri ketika akan dilaksanakanya pemilihan kepala Desa.

 

Bahkan, tak pelak, menghina secara fisik, membawa-bawa suku, ras, agama, golongan yang jelas-jelas itu dilarang dalam proses pelaksanaan kampanye calon kepala Desa pun terkadang masih tetap dilakukan.

 

Apakah itu dibenarkan ?

 

Jelas tidak.

 

Apa sih arti sebuah jabatan kepala Desa itu !

 

Bila ujung-ujungnya, seusai pemilihan kepala Desa, lantas tali silaturahmi kita terputus untuk selama-lamanya.

 

Bukankah itu hanya akan menambah dosa, memutus rahmat dari Sang Pencipta, serta menjauhkan kita dari pintu surga.

 

Biarlah orang lain berkata apapun tentang kita dalam kampanye-nya.

 

Balas semua itu dengan kerja nyata. Meskipun akhirnya, kita tidak mampu memenangkan hati warga.

 

Toh, mengabdi juga kan tidak harus menjadi kepala Desa.

 

Iya, kan ?

 

Selama kita satu niat, satu tekad, dan satu tujuan.

 

Fainsyallah.

 

Untuk mengubah mainset (pola pikir) warga Desa untuk lebih berpikir maju dan berkembang, itu bukanlah hal yang mustahil.

 

Apalagi, niat kita, adalah niat yang tulus.

 

Tekad kita. Tekad, demi memajukan masyarakat.

 

Dan…

 

Tujuan kita, hanya demi mengharapkan ridho dari Allah SWT.

 

Kalau sudah begitu.

 

Keberhasilan mah, hanya tinggal menunggu waktu saja, kapan tepatnya.

 

Jadi, bagi anda yang kebetulan sekarang ini ikut serta dalam kontes akbar pemilihan kepala Desa dan/atau menjadi salah satu pendukung salah satu calon.

 

Tidak perlu-lah, menjelek-jelakkan salah satu calon.

 

Apalagi, membawa-bawa agama, suku, ras ataupun golongan.

 

Yang itu, sebenarnya, jelas-jelas, menjadi salah satu larangan kampanye pilkades (pemilihan kepala Desa) sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.

 

Yang kurang lebih, larangan kampanye pemilihan kepala Desa itu antara lain adalah sebagaimana berikut :

 

 

Larangan Kampanye Pilkades

 

 

  1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,
  2. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
  3. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Calon yang lain,
  4. Menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat,
  5. Mengganggu ketertiban umum,
  6. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Calon yang lain,
  7. Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Calon,
  8. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan,
  9. Membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Calon yang bersangkutan, dan
  10. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye.

 

Yang kemudian ditambahkan lagi, pada waktu pelaksanaan kampanye calon kepala Desa, dilarang mengikutsertakan :

 

  1. Kepala Desa,
  2. Perangkat Desa, dan
  3. Anggota Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD.

 

Jika larang-larangan kampanye diatas tetap saja dilakukan oleh bakal calon kepala Desa. Maka, calon tersebut dapat dikenakan sanksi berupa :

 

  1. Peringatan tertulis apabila pelaksana Kampanye melanggar larangan walaupun belum terjadi gangguan, dan
  2. Penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu wilayah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke wilayah lain.

 

Hal itu, sudah secara jelas diterangkan dalam pasal 30 dan pasal 31 Permendagri 112 Tahun 2014, dan juga Permendagri 65 Tahun 2017, serta Permendagri 72 Tahun 2020 yang menjadi pedoman saat ini ketika melaksanakan pemilihan kepala Desa dimasa pandemi Covid-19.

 

Semua Permendagri yang saya sebutkan diatas, bisa anda download secara gratis melalui link dibawah ini.