Pengawasan BPD Sesuai Permendagri 73 Tahun 2020

TIAP kali masuk ke ruang forum diskusi BPD Nasional, jiwa kedermawanan saya muncul berkali-kali lipat untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan.

 

Topik mengenai peran dan fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja Kepala Desa terhadap pengelolaan keuangan desa selalu saja menjadi bahasan yang paling trending.

 

Tak ketinggalan, besaran tunjangan kedudukan atau honor yang terlampau kecil tanpa ada aturan yang jelas layak PP 11 tahun 2019 untuk mengatur Siltap dan Tunjangan Perangkat Desa pun menjadi trending topik yang kedua.

 

“ Siltap Perangkat Desa rata-rata sudah dikisaran Rp 2 jutaan atau setara golongan IIa. La kita, yang selama ini bekerja dan SK nya pun sama layak Kepala Desa yang diterbitkan oleh Bupati, tunjangannya masih saja segitu-segitu saja?,”. keluh dari salah satu anggota forum BPD Nasional.

 

“Sebenarnya, boleh tidak sih, BPD itu memegang RAB yang tertuang dalam APBDes? Kalau “boleh” kasih tahu dong yang mana regulasinya? Terima kasih,” tambahnya sembari bertanya ke anggota BPD yang lain.

 

Mendengar pertanyaan itu. Jiwa kesosialan saya langsung bergejolak. Pengen rasanya langsung saya jawab tanpa tedeng aling-aling ( tanpa ada yang ditutup-tutupi: bahasa jawa).

 

Kalau boleh saya mengibaratkan. BPD saat ini itu layaknya material penghalus untuk mencapai sesuatu agar lebih mudah.

 

Kenapa saya katakan seperti itu.

 

Karena rata-rata, oknum BPD yang ada di desa saat ini, itu kurang memahami, akan tugas dan fungsinya sebagai DPR –nya warga desa.

 

Sehingga apapun yang disodorkan oleh Pemerintah Desa selama itu mempercepat proses pencairan dana desa, terkadang langsung ditandatangani tanpa adanya pembahasan terlebih dahulu bersama masyarakat ataupun internal di masing-masing anggota BPD itu sendiri.

 

Dan parahnya lagi, kadang-kadang, stampel yang seharusnya dipegang oleh ketua BPD malah dititipkan ke salah satu oknum Pemerintah Desa.

 

Jadi, intinya, selama budaya ini masih seperti itu.

 

Maka jangan pernah harap. BPD akan mampu menjalankan fungsi pengawasan ataupun meminta tunjangan yang lebih besar sebagaimana keluh dan pertanyaan yang diajukan diatas.

 

Saya katakan secara terang-terangan, Badan Permusyawatan Desa (BPD) itu merupakan salah satu lembaga yang paling power full di desa.

 

Maksudnya..

 

Jangankan hanya informasi RAB dalam APBDes.

 

Bila mereka mau, dalam hal terjadi indikasi korupsi atau pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan norma perundang-undangan yang dilaksanakan oleh oknum Kepala Desa.

 

Maka, mereka pun bisa merekomendasikan hasil temuan atau hasil pengawannya itu ke Camat atau Inspektorat Kabupaten/Kota selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

 

Hal ini secara terang benderang diatur dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 pasal 20 ayat (1) sampai dengan (3), pasal 21, dan pasal 22 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa yang terbit tanggal 11 Desember 2020 kemarin.

 

pengawasan bpd

Gambar : Bab IV Permendagri Nomor 73 Tahun 2020

 

Disebutkan dalam pasal 20, bahwa Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD itu dapat melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa dalam hal pengelolaan keuangan desa ( ayat 1).

 

Pelaksanaan pengawasan kinerja Kepala Desa dalam pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud ayat (1), mulai atau melalui :

 

  1. Perencanaan kegiatan dan anggaran pemerintahan desa (RAB),
  2. Pelaksanaan kegiatan,
  3. Laporan pelaksanaan APB Desa, dan
  4. Capaian pelaksanaan RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa.

 

Indikator kinerja pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh BPD terhadap kinerja Kepala Desa dalam pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan hingga capaian pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (2). Lampiran formnya bisa di download melalui ( link ini).

 

Selanjutnya, terkait hasil pengawasan ataupun temuan dari BPD sebagaimana telah saya singgung diatas.

 

Disampaikan ke Kepala Desa dalam musyawarah BPD yang selanjutnya disampaikan kepada Camat yang juga selaku pengawas layaknya BPD dan Inspektorat Kabupaten/Kota selaku APIP.

 

Mengenai penyampaian hasil pemeriksaan ini, secara jelas sekali diatur dalam pasal selanjutnya, yaitu pasal 21 dan pasal 22 Permendagri 73 Tahun 2020.

 

Sebagai penutup, saya ingin mengajukan sedikit pertanyaan balik kepada BPD: kira-kira selama Anda menjabat sebagai BPD sudah berapa banyak regulasi yang sudah Anda terbitkan diluar Regulasi RPJMDes, RKPDes, APB Desa beserta perubahanya untuk membantu masyarakat.

 

Bila tak satupun regulasi Anda terbitkan selama menjabat, diluar regulasi yang saya sebutkan diatas. Artinya, kinerja Anda sebagai dewan pengawas patut dipertanyakan.