5 Poin Penting Dalam PP 11 Tahun 2019 Yang Wajib Anda Tahu


PP 11 Tahun 2019 di sahkan tepat tanggal 28 Februari 2019 oleh Presiden Joko Widodo.


Bukan perkara yang mudah didalam proses pengesahannya.


Butuh perjuangan yang panjang, usaha yang keras, serta banyak waktu dan tenaga yang terbuang demi terbitnya Peraturan ini.


Tapi Apakah Anda Tahu dengan Perjuangan Tersebut ?


Saya yakin…TIDAK semua tahu.


Yang mereka tahu bahwa gaji perangkat desa akan naik, entah itu sekarang ataupun tahun depan.


Padahal, jika hal tersebut tidak diusahakan, saya yakin semua itu tidak akan pernah dapat terealisasi.


Lalu Siapa yang Memperjuangkan sampai PP 11 Tahun 2019 benar benar di Sahkan ?


Melalu forum Persatuan Perangkat Desa Indonesia ( PPDI ) yang diwakili sebagian kecil, pengurus Perangkat Desa tiap Daerah mereka berjuang.


Kenapa saya katakan sebagian kecil ?


Karena, saya hanya melihat beberapa pengurus saja yang ikut bolak – balik atau mondar – mandir dalam proses negosiasi sebelum PP Nomor 11 Tahun 2019 di tanda tangani.


Dan pada tanggal 14 Januari 2019 lah terjadi puncak demo yang menuntut agar gaji perangkat desa disetarakan PNS Golongan II/a.

pp 11 tahun 2019
Suasana demo di senayan (14/1/2019) foto : tempo


Sebetulnya rencana awal demo akan dilakukan di depan Istana Kepresidenan. Namun, karena alasan sesuatu dan Presiden berkenan hadir maka demo dipindahkan ke senayan.


Dalam demo tersebut dihadiri ribuan perangkat desa yang tersebar di Seluruh Wilayah Indonesia.


Mereka menuntut hal yang sama dalam demo tersebut, yaitu menuntut agar mereka bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau minimal Penghasilan Tetap setara PNS Golongan Ruang II/a.


Dan pada akhirnya, Presiden Joko Widodo menyetujui apa yang menjadi permintaan dari Perangkat Desa tersebut.


Serta, Beliau memerintahkan Menteri yang mempunyai kewenangan dalam hal itu agar cepat merevisi PP Nomor 43 tahun 2014 tentang Pelaksana Undang Undang Desa, supaya tuntutan mereka dapat segera terealisasi.


Hingga kemudian, PP No 11 tahun 2019 berhasil diterbitkan, dan bisa Anda baca sendiri apa isi yang terkandung PP tersebut.


Jika Anda belum paham apa isi dan perbedaan antara PP 43 dan PP 11 silahkan download dibawah ini :


Atau jika mau artikel yang lengkap bisa baca artikel yang saya tulis ( sebelumnya ).


5 Poin Penting Apa yang Terkandung dalam Peraturan Pemerintah ini…


Untuk lebih jelasnya, apa saja point penting yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2019 ini, silahkan simak di bawah :


Poin # 1: Perubahan Kalimat dan Penambahan Substansial


Perubahan Kalimat ini terjadi Pada pasal 81 dan Pasal 100.


Mari kita bandingkan, kedua pasal di atas sebelum PP Nomor 11 di terbitkan pada bulan Februari 2019.

pp 43 tahun 2014


Pertama : Kita harus membuka kembali apa isi yang terdapat dalam Pasal 81 dan Pasal 100, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

A#: Pasal 81


Dalam pasal 81 PP Nomor 43 tahun 2014 tertuang 5 ayat.


Ayat #1: Menjelaskan bahwa untuk Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa penganggaran di APB Des nya menggunakan uang yang bersumber dari Kabupaten/Kota yaitu Alokasi Dana Desa ( ADD).


Ayat #2: Dalam menghitung penggunaan ADD untuk belanja Siltap Kepala Desa dan Perangkat Desa menggunakan rumus sebagai berikut :

  • Jika ADD kurang dari 500 juta maka maksimal penggunaan untuk belanja Siltap Kepala Desa dan Perangkat Desa sebesar 60%.
  • Jika ADD sama dengan 500 juta sampai dengan 700 juta maka maksimal untuk belanja Siltap Kades dan Prades sebesar 50%.
  • Jika ADD lebih dari 700 juta atau sampai dengan 900 juta maka penggunaan untuk penganggaran maksimal belanja Siltap sebesar 40%.
  • Jika ADD lebih dari 900 juta maka penggunaan maksimal untuk Belanja Siltap Kepala Desa dan Perangkat Desa sebesar 30%.


Ayat #3: Dalam menerapan pengalokasian batas maksimal didalam belanja Siltap Kepala Desa dan Perangkat Desa harus mempertimbangakan : efesiensi, jumlah perangkat, kompleksitas, tugas pemerintahan dan letak geografis.


Ayat #4: Bupati/Walikota menetapkan penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa paling sedikit 70% dari Siltap Kepala Desa dan Perangkat lainya paling sedikit sebesar 50% setiap bulanya.


Ayat #5: Bahwa dalam hal landasan hukum tentang Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa. Bupati/Walikota menetapkanya melalui Peraturan Bupati/Walikota.

B#: Pasal 100


Dalam Pasal 100 yang terdapat dalam PP 43 tahun 2014, hanya terdapat 1 ayat huruf (a) dan huruf (b)


Huruf (a) dan huruf (b) tersebut mengatur tentang proporsi Belanja di APBDes. Berikut ini penjelasanya..


Huruf #a: Bahwa penerapan perhitungan belanja paling sedikit 70% dari jumlah anggaran digunakan untuk mendanai :

  1. Penyelenggaraan Pemerintah Desa,
  2. Pelaksanaan Pembangunan,
  3. Pembinaan Kemasyarakatan,dan
  4. Pemberdayaan Masyarakat Desa.


Huruf #B: Sedangkan untuk Porsi belanja paling banyak 30% dari jumlah anggaran digunakan untuk mendanai :

  1. Penghasilan Tetap dan Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa,
  2. Operasional Pemerintah Desa,
  3. Tunjangan dan Operasional Badan Permusyawaratan Desa, dan
  4. Insentif Rukun Tentang (RT) dan Rukun Warga (RW).


Coba kita bandingkan, dengan apa yang terkandung dalam PP 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua PP 43 tahun 2014.

pp Nomor 11 tahun 2019


Maka perubahan kalimat pada Pasal 81 dan Pasal 100, menjadi sebagai berikut :

A#: Pasal 81


Berbeda dengan PP 43 tahun 2014 tadi yang terdiri dari 5 ayat.


Dalam PP Nomor 11 tahun 2019 ini, hanya terdapat 4 ayat. Itu artinya ada pengurangan satu ayat ya..


Ayat #1: Dalam ayat pertama ini masih sama dengan apa yang terkandung dalam PP Nomor 43 tahun 2014 yaitu menjelaskan tentang Belanja Siltap Kepala Desa dan Perangkat Desa lainya menggunakan sumber ADD yang terdapat di APBDes.


Ayat #2: Dalam ayat 2 sendiri mengatur bahwa Bupati/Walikota didalam menetapkan Penghasilan Tetap Kepala Desa,Sekretaris Desa dan Perangkat lainya mengikuti ketentuan sebagai berikut :

  1. Untuk Penghasilan Kepala Desa paling sedikit Rp. 2.426.640,
  2. Untuk Penghasilan Tetap Sekretaris Non PNS paling sedikir Rp. 2.224.420, dan
  3. Untuk Perangkat Desa lainya paling sedikit Rp. 2.022.200.


Ayat #3: Dalam ayat tiga dijelaskan. Bahwa jika ADD di suatu Desa tidak mencukupi untuk mendanai minimal Penghasilan Tetap yang ditentukan diatas maka di perbolehkan menggunakan sumber dana lain kecuali Dana Desa.


Ayat #4 : Lebih lanjut terkait Penghasilan Tetap ini akan diatur dan ditetapkan menggunakan Peraturan Bupati/Walikota.


Kemudain kita lihat perbedaan di pasal selanjutnya…

B# Pasal 100


Dalam pasal 100 sendiri terdapat perbedaan yang sangat komplek, diantaranya perbedaan porsi belanja dalam APBDes dan penambahan 3 ayat sehingga total menjadi 4 ayat.


Untuk lebih jelasnya tentang perbedaan porsi belanja dan penambahan ayat silahkan simak penjelasanya dibawah :


Ayat #1 : Dalam ayat kesatu dijelaskan bahwa perhitungan paling sedikit 70% masuk juga 2 kegiatan yang sebelumya masuk di perhitungan paling banyak 30%.


Kegiatan tersebut ialah :

  1. Belanja Operasional Pemerintahan Desa, dan
  2. Insentif Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).


Sehingga Proporsi penghitungan paling sedikit 70% menjadi :

  1. Penyelenggaran Pemerintah Desa termasuk Operasional Pemerintahan Desa dan Insentif RT dan RW,
  2. Pelaksanaan Pembangunan Desa,
  3. Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan
  4. Pemberdayaan Masyarakat Desa.


Itu artinya dalam Proporsi belanja APBDes paling banyak 30% juga ikut berubah donk ?


Ya.


Dalam Proporsi belanja paling banyak 30% sekarang hanya menjadi 2 kegiatan saya yang didanai,setelah pada sebelumnya ada 4 kegiatan.


Kegaiatan tersebut hanya tinggal kegiatan untuk :

  1. Belanja kegiatan Penghasilan Tetap dan Tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa Non PNS dan Perangkat Desa lainya, serta
  2. Untuk mendanai belanja Tunjangan dan Operasional Badan Permusyawaratan Desa.


Kemudian untuk penambahan pasal ada di ayat 2 sampai 4, yang bunyinya sebagai berikut :


Ayat #2 :Perhitungan Proporsi paling sedikit 30% dan 70% diatas, merupakan perhitungan di luar pendapatan hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain.


Ayat #3 :Hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain tersebut dapat dipergunakan untuk belanja Tunjangan Kades, Sekdes , dan Perangkat lainya namun tidak boleh untuk mendanai belanja Siltapnya.


Ayat #4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain di atur dengan Peraturan Bupati/Walikota.


Nah, itulah perbedaan isi kandungan antara Pasal 81 dan Pasal 100 di PP 43 tahun 2014 dan PP 11 tahun 2019.


Sekarang kita lanjut ke penambahan substansialnya :


Sesudah saya membaca dan memahami, bahwa penambahan substansial yang ada diantara Pasal 81 dan Pasal 82, itu hanya mengarah ke jadwal kapan bisa di mulainya pemberian Siltap dan kapan paling lambat .


Ya, kurang lebih sebagai penegas gitu lah.


Untuk lebih jelasnya, terkait penambahan substansial di Pasal 81A dan Pasal 81B silahkan Anda membacanya di bawah :

A#: Pasal 81A


Dalam pasal ini dijelaskan, bahwa pemberian Penghasilan Tetap ke Kepala Desa,Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainya dapat diberikan sejak Peraturan Pemerintah ini diberlakukan.


Itu artinya, Jika kita scroll sampai ke bawah, tepatnya di halaman ke 6 maka disana terlihat tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai ditetapkan dan di tanggani.


Untuk lebih jelasnya kapan tanggal mulai di tetapkan, silahkan Anda lihat sendiri gambar di bawah ini :

B#: Pasal 81B


Dalam pasal 81B terdapat 2 ayat yang mengatur batas lambat pemberian Siltap dan bagaimana mekanismenya, jika Siltap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainya diberikan tahun ini (2019).


Agar Anda lebih mudah memahaminya, silahkan simak baik – baik penjelasannya :


Ayat #1 : Ayat ini menjelaskan bahwa batas paling lambat pemberian Siltap ke Kepala Desa dan atau Perangkat Desa lainya yaitu pada Januari 2020.


Dan, Apabila ada Kabupaten/Kota yang memberikan Siltap sebelum bulan Januari 2020 dan sesuai dengan apa yang tertuang dalam aturan ini, berarti Perbub atau Perdanya disahkan sebelum tanggal 28 Februari 2019 ( Penjabaran Ayat #2 ).


Yang pasti mustahilkan. Ada Daerah yang bisa menerapkan aturan ini sekarang. Karena saya yakin rata – rata Perbu/Perda tentang Pembagian Silta Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainya sudah banyak yang disahkan.


Poin #2: Gaji Perangkat Desa Setara 100%, 110%, 120% dari Gaji Pokok PNS Gol II/a

Jumlah gaji perangkat desa


Apakah anda mengerti, dengan kata-kata yang tertuang di pasal 81 ayat 2.


Di ayat 2 di atas dikatakan bahwa :

  1. Gaji Kepala Desa setara 120% Gaji Pokok PNS Gol 2A,
  2. Gaji Sekretris Desa setara 110% Gaji Pokok PNS Gol 2A, dan
  3. Gaji Perangkat Desa lainya setara 100% Gaji Pokok PNS Gol 2A.


Pertanyaan….


Memang Gaji Poko PNS Golongan 2A itu berapa ? Kok bisa dikatakan setara 120%,110% dan 110%..


Menurut Artikel yang saya baca di situs Gajimu.com, bahwa untuk mendapatkan gaji pokok sebesar Rp. 2.022.200 itu membutuhkan masa kerja kurang lebih sekitar 3 sampai 4 tahun.

Besaran Gaji Pokok Golongan 2 A


Jika kita lihat tabel diatas, jumlah Gaji Pokok PNS Golongan Ruang 2 A yang sebesar itu gak ada ya !


Saya sih berpendapat bahwa angka Rp. 2.022.200 itu tepat di bawah Rp. 2.017.900 atau tepat di masa kerja 4 tahun.


Atau gini saja lah dari pada Anda bingung.


Anggap saja paling sedikit Penghasilan Tetap Perangkat Desa Lainya sebagai pokok perkalian atau Gaji Pokok masa kerja empat tahun di tahun 2019 sudah mencapai Rp. 2.022.000.

Sehingga, ketemulah simulasi persentase seperti gambar atau yang tertuang dalam PP 11 Tahun 2019 di pasal 81 ayat 2 ..

pp No 11 tahun 2019
Simulasi


Point #3: Perubahan Porsi Belanja di APBDes 2020


Salah satu alasan yang mendasar jika Peraturan Pemerintah ini mulai diterapkan di desa dan tidak di ubah dalam porsi belanja di APBDes.


Maka kendala utama yang di hadapi Desa ialah tidak singkronnya perhitungan paling banyak 30% di dalam rumus pembagian ADD sebelumnya dan yang pasti jika Anda kebetulan bertugas sebagai operator siskeudes.


Saya yakin Admin Siskeudes Kabupaten akan gagal dalam posting APBDes Anda.


Coba Anda bayangkan sendiri !


Untuk membayar Siltap paling sedikit seperti apa yang dikatakan dalam Peratutan Pemerintah Nomor 11 tahun 2019 bisa menghabiskan anggaran belanja hampir Rp. 371.275.920.


Itupun dengan skema pembayaran Siltap paling sedikit dan hanya untuk membayar 1 orang Kepala Desa, 1 Orang Sekretaris Desa Non PNS, 3 Orang Kasi , 3 Orang Kaur dan 7 Orang Kepala Dusun.


Sehingga jika dilihat secara utuh skema perhitungannya tampak seperti gambar di bawah ini :

Simulasi perhitungan Gaj perangkat Desa
Simulasi perhitungan Siltap dengan perhitungan Minimal


Perhitungan di atas belum termasuk Tunjangan Kades dan Perangkat Desa, serta yang lainya yang ada dalam perhitungan paling banyak 30% di APBDes.


Oleh sebab itu, maka Pemerintah telah mengantisipasinya dengan di ubahnya posisi perhitungan belanja pada Pasal 100 ayat (1) dan (2).


Sehingga perhitungan porsi belanja dalam APBDes berubah menjadi seperti ini :

Perhitungan PP 11 Tahun 2019


Walaupun, saya yakin kedepan masih ada kendala. Tapi seenggaknya kita menyambut baiklah dengan adanya perhitungan seperti di atas.


Tapi akan lebih baik jika aturan tersebut juga mengatur tentang jumlah maksimal perangkat Desa yang terdapat dalam Struktur Pemerintah Desa


Biar gak kelebihan gitu,..hehe ( just kidding )


Point #4: Jika ADD tidak Mencukupi


Untuk poin penting yang ke empat ini, sebenarnya tidak terlalu banyak yang akan saya bahas.


Intinya jika di Desa Anda jumlah ADD Kecil dan Perangkat Desa banyak.


Kan otomatis tu susah mencukupi untuk pembayaran Penghasilan Tetap.


Apalagi jumlah ADD – nya hanya di kisaran Rp. 300 juta pertahunya pasti masih banyak kurangnya…


Iya, kan !


Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah membolehkan menggunakan sumber dana lain untuk mencukupinya.


Namun, perlu Anda perhatikan.


Ada 2 sumber dana yang tidak di perbolehkan.

  1. Sumber dari Dana Desa, dan
  2. Sumber dari Pengelolaan Tanah Bengkok atau sebutan lain.


Terkait Tanah Bengkok atau sebutan lain hanya dapat digunakan untuk Tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Lainya.


Atau untuk penggunaan belanja dari Hasil Pengelolaan Tanah Bengkok biasanya di atur di dalam Peraturan Bupati/Walikota yang di wilayahnya terdapat Tanah Bengkok.


Point #5: Kapan Berlakunya Siltap Golongan II/a


Sebagai point terakhir atau point yang sering ditanyakan kepada saya.


” Sebenarnya kapan sih mas, Siltap Gol 2A itu dapat di berikan ke Perangkat Desa “.


Jawabannya sih sebenarnya udah ada di Pasal 81A dan 81B sebagai substansial tambahan pasal antara Pasal 81 dan 82.


Tapi untuk mempertegas saja, kali – kali ada yang bertanya lagi kepada saya.


Menurut pendapat saya sih, kayaknya untuk Siltap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainya itu dapat diberikan tetap di mulai pada bulan januari 2020.


Karena rata-rata Perbub terkait pembagian Siltap sudah pada terbit di masing masing Daerah.


Gitu saja sih pendapat saya.


Mungkin bila ada yang kurang puas dengan jawaban saya, silahkan baca dan pahami Pasal 81A dan 81B di PP 11/2019.


Point #6: Kesimpulan


Dari ke 5 Point penting yang terdapat dalam PP Nomor 11 Tahun 2019 diatas, sebenarnya kita bisa menarik sejumlah kesimpulan dan kedala yang mungkin akan muncul kedepannya :

  1. Belanja Operasional Pemerintah Desa dan Insentif RT/RW tidak masuk ke perhitungan paling banyak 30% karena Belanja tersebut berpindah posisi ke perhitungan paling sedikit 70%.
  2. Jika penerapan Siltap Perangkat Desa setara PNS Golongan 2A maka secara otomatis Siskeudes 2.0 akan mengalami update kembali di tahun 2020.
  3. Untuk Belanja paling sedikit 70% ada penambahan 2 item kegiatan yaitu kegiatan Operasional Pemerintah Desa dan Insentif RT dan RW.
  4. Jika Gaji Prangkat Desa yang setara 2A ini diterapkan di masing – masing Desa di Indonesia, harapan saya kedepan pelayanan kepada masyarakat lebih optimal dan juga lebih banyak lagi Inovasi Desa yang tumbuh di kawasan pedesaan.