Mengulik Honor Pendamping Desa VS Gaji DPR RI
Anggota Komisi V DPR RI menilai anggaran yang dialokasikan Kementerian Desa, PDTT untuk honor Pendamping Desa terlalu besar.
Alokasi ini harus memiliki dampak nyata terhadap pembangunan desa.
Usai rapat dengar pendapat di Gedung Nusantara DPR RI Jakarta yang diunggah secara resmi melalui kanal Youtube DPR RI (18/9/2020), Anggota Komisi V DPR RI/F-PGERINDRA/ SUMSEL I , Eddy Santana Putra mengkritisi besarnya anggaran untuk membayar gaji Pendamping Desa.
Besaran tersebut perlu dievaluasi dan sebaiknya dialokasikan untuk dana transfer daerah, pasalnya dana tranfer daerah untuk pembangunan desa masih terlalu kecil.
“Harusnya lebih baik masuk di masing-masing desa. Dana transfer desa yang Rp 70 triliun itu untuk seluruh Indonesia, karena ini sedikit sekali habis terserap untuk Pendamping Desa sehingga program untuk menjadikan desa itu lebih sejahtera lebih maju lebih makmur bisa jadi terhambat,” kritiknya.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI/F-PD/ SUMUT II, Jhoni Allen Marbun meminta kepada Kemendesa, PDTT untuk membuat pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas bagi tenaga honorer pendamping dalam memberikan pendampingan kepala desa sehingga target pembangunana desa dapat tercapai.
“Tentunya ini harus betul-betul menjadi satu sinergitas yang baik terhadap pendamping dan pimpinan desa disana, tapi temuan dilapangan banyak kawan-kawan Pendamping Desa ini kurang bersinar di…,” pintanya.
Mengulik Honor Pendamping Desa VS Gaji DPR RI
Mendengar kritik itu, Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang tergabung dalam Grup Facebook TPP Kemendesa seluruh Indonesia merasa kecewa atas keluarnya pernyataan itu.
Tak pelak, mereka pun kemudian langsung membanding-bandingkan antara honor Pendamping Desa, utamanya Pendamping Lokal Desa (PLD) yang menjadi ujung tombak pembangunan desa dengan gaji yang diterima oleh Anggota DPR RI tiap bulannya.
“Apakah Anda tidak paham tentang jenjang atau tingkatan di Pendamping Desa? Coba lihat berapa honor Pendamping Lokal Desa selama 5 tahun Undang-Undang Desa berjalan dan kenapa mereka banyak yang mengundurkan diri serta coba Anda bandingkan dengan gaji Anda di DPR RI,” ucap salah akun yang tergabung dalam Grup TPP Kemendesa.
Tahun 2021 sendiri, Kemendesa, PDTT hanya mengajukan alokasi anggaran Rp 1,8 triliun untuk membayar sekitar 36 ribu tenaga Pendamping Desa yang tersebar di 74 ribu desa seluruh Indonesia.
Artinya, bila dipukul rata seluruh Indonesia tanpa melihat adanya jenjang Pendamping Desa.
Maka, perhitungan estimasi penghasilan honor yang diterima oleh Pendamping Desa itu hanya dikisaran Rp 3,9 juta perbulannya.
Sedangkan, bila merujuk angka real dilapangan dan berdasarkan tingkatan, honor PLD itu hanya dikisaran Rp 2,2 juta perbulannya atau Rp 26,4 juta per orang pertahunnya.
Angka yang terlampau kecil dengan geografis desa yang sulit dijangkau.
Coba bandingkan dengan rata-rata gaji yang diterima oleh Anggota DPR RI perbulannya.
Dilansir CNN , usai dilantik saja, para Anggota DPR RI akan menerima gaji, tunjangan, dan penerimaan lain nilainya mencapai lebih dari Rp 50 juta perbulannya.
Belum lagi bila mengacu pada ketetapan gaji yang diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 tentang kenaikan indeks sejumlah tunjangan bagi Anggota DPR.
Dan juga, Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR RI.
Untuk satu Anggota DPR saja, mereka menerima gaji pokok sebesar Rp4,2 juta. Gaji ini belum termasuk beragam tunjangan yang jika ditotal mencapai Rp19,1 juta.
Selain itu Anggota DPR juga masih mendapat pemasukan dari mata gaji penerimaan lain.
Untuk mata gaji penerimaan lain, Anggota DPR menerima tunjangan kehormatan sebesar Rp 5,5 juta, tunjangan komunikasi intensif Rp 15,5 juta, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 3,7 juta, bantuan langganan listrik dan telepon Rp 7,7 juta dan asisten Anggota Rp 2,2 juta.
Selain itu, Anggota DPR masih menerima mata gaji lain dari biaya perjalanan, rumah jabatan, perawatan kesehatan, uang duka, dan biaya pemakaman. Anggota DPR pun mendapat uang pensiun.
Jika ditotal, Anggota DPR periode 2019-2024 akan menerima gaji hingga Rp 66,1 juta per bulan. Jumlah ini berbeda dengan Anggota DPR merangkap Wakil Ketua sebesar Rp 78,8 juta, dan Anggota DPR merangkap Ketua Rp 80,3 juta.
Artinya, bila kita estimasikan perhitungannya dengan total 575 orang yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPR RI dengan nilai gaji yang terkecil yaitu Rp 66,1 juta perbulannya.
Maka, pemerintah harus mengalokasikan anggaran dikisaran Rp 793,2 juta per satu orang Anggota DPR RI pertahunnya.
Angka yang begitu “wow” bila dialihkan untuk membangun desa.
Kira-kira Pak Eddy Santana Putra dan Jhoni Allen Marbun mau tidak ya menyumbangkan seluruh gajinya untuk membangun desa ?
Lumayan -kan bisa untuk menghemat anggaran dana desa.