Larangan Perangkat Desa sesuai UU Desa
Perangkat desa terdiri dari kepala desa, sekretaris desa, kasi, kaur, dan kepala kewilayahan/dusun.
Sedangkan untuk Badan Permusyawaratan Desa(BPD), Rukun Tetangga(RT), Rukun Warga (RW), LPM Desa, PKK, Karang Taruna, dan Posyandu merupakan lembaga desa.
Perangkat desa diangkat dan diberhentikan oleh kepala desa melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk Penghasilan tetap dan juga tunjangan perangkat desa sendiri, itu berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota yang besaran tiap bulannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019.
Selanjutnya, terkait tugas perangkat desa, salah satunya yang diatur dalam Undang-Undang Desa ialah membantu serta menerima kuasa atas pelimpahan sebagian tugas dari kepala desa.
Dalam menjalankan tugas, perangkat desa pun memiliki sejumlah kewajiban dan juga larangan layaknya kewajiban dan larangan pendamping desa yang sudah saya jelaskan pada artikel sebelumnya.
Ada beberapa pertanyaan yang kerapkali ditanyakan kepada saya seputar larangan-larangan itu, diantaranya seperti: Apakah perangkat desa dilarang rangkap jabatan, berpolitik, ikut kampanye, serta apakah saja larangan perangkat desa dalam pilkades, pilkada, dan pemilu?
Nah, berikut ini saya akan coba menerangkan beberapa larangan atau tindakan yang tidak diperbolehkan dalam kapasitas sebagai pejabat perangkat desa yang diatur dalam Undang-Undang Desa.
Mari kita mulai.
Larangan perangkat Desa
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau yang sering kita sebut Undang-Undang Desa. Terkait apa saja larangan dari pejabat perangkat desa diatur dalam pasal 51, berikut ini isi lengkapnya:
- Merugikan kepentingan umum,
- Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu,
- Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya,
- Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu,
- Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa,
- Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya,
- Menjadi pengurus partai politik,
- Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang,
- Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan,
- Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah,
- Melanggar sumpah/janji jabatan, dan
- Meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.